Bina Isani Lejitkan Potensi
Myspace Layouts

Rabu, 27 Mei 2009

KEKUATAN UKHUWAH ISLAMIYAH

KEKUATAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Akhi/ukhti kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita hidup dalam masyarakat yang sangat majemuk. Perbedaan banyak kita temukan disekitar kita. Karena itu, kita harus dapat saling menjaga diri dalam menjalani hidup ditengah masyarakat yang sangat heterogen. Keberagaman yang ada membuat kita harus senantiasa menjalin silaturahmi dengan orang lain. Jangan sampai perbedaan menghalangi kita untuk menjalin persaudaraan, karena dengan persaudaraan, kita dapat lebih siap untuk hidup bermasyarakat.
Terlebih lagi persaudaraan yang terjalin antara sesama muslim yang biasa kita kenal dengan nama UKHUWAH ISLAMIYAH. Hal ini sudah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana Hadits Rasulullah Saw: ” Tidak sempurna keimanan seorang mukmin sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari Muslim).
Namun sayangnya, kepentingan dan ketamakan akan dunia telah melemahkan, bahkan menghancurkan ukhuwah islamiyah yang ada, lihat saja disekitar kita berapa banyak orang yang rela menindas saudaranya sendiri demi ambisinya untuk mengeruk kekayaan dunia. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan cara-cara yang kotor agar ambisinya tercapai, termasuk mengotori dirinya sendiri dengan perbuatan dosa. Dalam suatu riwayat Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya ”Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya dari pada shalat dan shaum? ”Sahabat menjawab, ”Tentu saja!” Rasulullah pun kemudian menjelaskan, ”Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah diantara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barang siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan. (HR. Bukhari Muslim).
ikhwafillah, hadits diatas dapat kita renungkan bahwa betapa besar nilai sebuah jalinan persaudaraan. Karenanya, memperkokoh pilar-pilar ukhuwah islamiyah merupakan salah satu tugas penting bagi kita.
Sudahkah kita bertanya-tanya kepada diri kita masing-masing sudahkah saya perbaiki tali silaturahmi untuk merajut tali ukhuwah islamiyah yang selama ini saya remehkan, anggap biasa atau pun terputus ??? jawabanya adalah kembali kepada pribadi masing-masing untuk tetap menjadi orang-orang terbaik di hadapan ALLAH SWT. Akhi/Ukhti tajamkan semangat ukhuwah kita, bukan hanya sesama teman dikampus, aktivis dalam sesama organisasi, satu fikrah/pemikiran dengan kita, tapi orang-orang disekililing pun baik dari luar organisasi maupun diluar kampus tetapi para tetangga diseliling rumah kita pun atau dimana saja menjadi prioritas utama dalam ukhuwah islamiyah.
Adapun manfat dalam membangun ukhuwah islamiyah antara lain:
Merasakan lezatnya iman.
Mendapatkan perlindungan Allah di hari akhir (kiamat) kelak (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi).
Mendapatkan tempat khusus di surga..........Amin!!!!


By: Sekum FPKM Fitrah_UMI (FITRI RIDWAN)
Kunjungi saya di theconan_89@yahoo.co.id dan friendster syariah_seven@yahoo.com

Senin, 20 April 2009

Ketika Kampus Islam Dibajak Orientalis


Adian Husaini, M.A

Monday, October 09, 2006
Saat mengisi acara workshop di Pondok Pesantren Gontor, 19-20 Agustus 2006 lalu, saya mendapatkan hadiah sebuah Jurnal yang sangat bagus, bernama TSAQAFAH. Jurnal ini diterbitkan oleh Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Pondok Modern Darussalam Gontor Indonesia. Pada edisi Vol.2, Nomor 2, 2006/1427, diangkat berbagai artikel menarik tentang keislaman. Salah satu yang perlu kita jadikan catatan adalah sebuah artikel berjudul “Framework Kajian Filsafat Islam” tulisan Hamid Fahmy Zarkasyi, Pembantu Rektor III ISID.

Melalui riset yang cukup mendalam terhadap sejumlah kurikulum kajian filsafat Islam di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia –baik yang negeri maupun swasta– Hamid Fahmy membuktikan bahwa kajian filsafat Islam di Indonesia tampak jelas terpengaruh oleh kajian para orientalis. Pengaruh itu tidak hanya pada cara atau metodologi pengkajian, tetapi lebih mendasar lagi, sampai pada framework (kerangka) dan cara pandangnya terhadap filsafat Islam.

Cara pandang ini tentu bukan tanpa maksud. Secara sistematis, mereka akan menunjukkan bahwa filsafatIslam hanyalah kertas copi dari Yunani; tanpa Yunani, Islam tidak memiliki pemikiran rasional. Padahal, sekalipun konsepsi falsafah juga dikenal dalam pemikiran Islam, namun tetap disertai kritik dan seleksi yang ketat. Itulah yang dilakukan oleh Al-Ghazali dan Ibn Taymiyah.

Menurut Hamid Fahmy, berbeda dengan tradisi filsafat Yunani yang berdasarkan akal, tradisi filsafat Islam bersumberkan pada wahyu. Dengan demikian, filsafat Islam adalah filsafat yang lahir dari pemahaman, penjelasan, dan pengembangan konsep-konsep penting dalam al-Quran dan Sunnah.

Dalam sejarahnya, para ulama dan cendekiawam Muslim telah melakukan proses seleksi dan adapsi yang ketat terhadap pemikiran yang datang dari luar Islam.

Sejumlah ilmuwan seperti Ibn Sina, al-Kindi, dan al-Farabi, menerima filsafat Yunani dan berusaha memodifikasikannya agar sesuai dengan prinsip-prinsip penting dalam ajaran Islam. Al-Ghazali dan Fakhruddin al-Razi menerimanya sejauh masih sejalan dengan ajaran Islam dan menolak konsep-konsep yang bertentangan dengan Islam.

Ibn Taymiyah termasuk diantara penolak keras “filsafat”, tetapi ternyata juga menerima jenis filsafat tertentu, yang disebutnya al-falsafah al-shahihah (filsafat yang benar) dan al-falsafah al-haqiqiyah (filsafat yang sebenarnya).

Hamid Fahmy – yang telah menyelesaikan disertasi doktornya tentang ‘Teori Kausalitas al-Ghazali” di ISTAC-IIUM Kuala Lumpur – mencatat, bahwa para ulama Islam menolak, menerima secara selektif atau menerima dan memodifikasi prinsip-prinsip filsafat Yunani, karena konsep-konsepnya yang tidak sejalan dengan konsep Islam.

Selain itu, mereka juga percaya akan adanya konsep Islam sendiri yang berbeda dengan konsep asing itu. Ini berarti, simpul Hamid Fahmy, para ulama memandang bahwa dalam Islam terdapat prinsip berfikir filosofisnya sendiri yang berbeda dari Yunani.

Jadi, sejak awal, umat Islam sudah memiliki tradisi berpikir sendiri yang berdasarkan wahyu, yang berbeda dengan tradisi berpikir Yunani. Sumber aspirasi yang asli dan riil dari para pemikir Muslim adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul. Bahwa ada sebagian unsur asing yang kemudian diserap dalam khazanah pemikiran Islam, tetap diupayakan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam masalah Tuhan, manusia, dan alam semesta, para pemikir Muslim memiliki konsep mereka sendiri yang justru tidak terdapat dalam tradisi filsafat Yunani.

Mengambil contoh Kurikulum dan Silabi Kuliah Filsafat Islam terbitan Departemen Agama, Hamid menunjukkan, bahwa yang dimaksudkan sebagai “pemikiran filsafat Islam yang awal” dalam kurikulum ini adalah dimulai sejak masuknya pengaruh filsafat peripatetik Yunani ke dalam Islam. Artinya, filsafat Islam dianggap wujud hanya setelah datangnya pengaruh filsafat Yunani. Ha ini mendukung anggapan bahwa dalam Islam tidak ada filsafat atau pemikiran filosofis. Model kajian seperti ini tidak akan memberi bekal kemampuan kepada mahasiswa untuk mengembangkan filsafat sains dalam Islam.

“Jika framework ini ditelusuri asal usulnya maka akan terungkap kesamaannya dengan framework yang dipegang secara meluas oleh para orientalis,” tulis Hamid Fahmy, yang juga Direktur Centre for Islamic and Occidental Studies (CIOS), ISID Gontor.

Hasil riset Hamid Fahmy Zarkasyi tentang metode studi filsafat Islam di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia ini sangat penting untuk ditelaah dan direnungkan secara mendalam.

Jauh sebelumnya, 30 tahun lalu, Prof. HM Rasjidi telah menunjukkan kuatnya pengaruh metode orientalis terhadap buku wajib dalam studi Islam di Indonesia, yakni buku “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya”, karya Prof. Harun Nasution. Rasjidi kemudian memberikan kritik-kritik yang tajam terhadap buku tersebut, bahwa buku itu merusak dan membahayakan aqidah Islam.

Tetapi, kritik-kritiknya tidak pernah didengar. Buku ini tetap dijadikan sebagai rujukan dalam studi Islam di Perguruan Tinggi, tanpa didampingi oleh buku Prof. Rasjidi: Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”.

Seperti pernah kita bahas, buku Harun Nasution ini memuat begitu banyak kesalahan fatal dan mendasar tentang Islam. Dalam aspek filsafat, Harun Nasution juga menulis: “Pemikiran filosofis masuk ke dalam Islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir Islam di Suria, Mesopotamia, Persia, dan Mesir…Filosof kenamaan yang pertama adalah Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi.”

Dalam pemaparannya, Harun mengungkap berbagai perdebatan seputar isu-isu dalam kajian filsafat, tetapi tidak melakukan ‘tarjih’ terhadap pendapat yang benar. Bahkan ketika membahas pendapat seorang filosof yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam, Harun tidak memberikan kritik terhadapnya. Seperti ketika menjelaskan tentang filosof Abu Bakr Muhammad Ibn Zakaria al-Razi (864-925), Harun bahkan menulis, “Tetapi sungguhpun ia menentang agama-agama, al-Razi bukanlah seorang ateis. Ia tetap percaya kepada Tuhan sebagai pengatur alam ini.”

Padahal, ditulis oleh Harun: “Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada akal dan tidakpercaya pada wahyu. Menurut keyakinannya akal manusia cukup kuat untuk mengetahui adanya Tuhan, apa yang baik dan apa yang buruk, dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Oleh karena itu Nabi dan Rasul tak perlu, bahkan ajaran-ajaran yang mereka bawa menimbulkan kekacauan dalam masyarakat manusia. Semua agama dia kritik. Al-Quran baik dalam bahasa maupun isinya bukanlah mu’jizat.”

Sebagai buku panduan untuk mahasiswa Muslim, harusnya Prof. Harun menjelaskan, bahwa pendapat Abu Bakr Muhammad Ibn Zakaria al-Razi (bukan Fakhruddin al-Razi) adalah keliru dan bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.

Harusnya, Prof. Harun tidak bersikap netral dalam hal-hal yang jelas-jelas salah. Bahkan, dalam uraiannya, Harun lebih cenderung mengunggulkan pendapat Ibnu Ruyd, ketimbang al-Ghazali. Dalam kritiknya, Rasjidi menyesalkan kecenderungan Harun untuk lebih menonjolkan pendapat Ibn Rusyd yang memberikan pembelaan kepada para filosof peripatetik dari kritikan al-Ghazali.

Kajian Harun tentang aspek filsafat dalam Islam, menurut Prof. Rasjidi, merupakan aspek yang sangat negatif, khususnya bagi mahasiswa IAIN tingkat pertama.

Dalam kritiknya, Rasjidi mengupas secara tajam kekeliruan pemikiran Ibnu Rusyd, al-Farabi, dan Ibnu Sina.

Filsafat Islam, kata Prof. Rasjidi, adalah suatu usaha untuk mempertahankan aqidah Islam dengan mengambil bahan dari filsafat Yunani yang tidak bertentangan dengan Islam. Teori al-Farabi dan Ibnu Sina tentang emanasi (pancaran) bertentangan dengan Islam, yang menegaskan, bahwa Allah menciptakan alam dengan kemauan-Nya, bukan melalui pancaran. Meskipun mengakui kebaikan niat baik Ibnu Rusyd dalam membela filosof – yakni untuk menunjukkan bahwa Islam tidak bertentangan dengan akal – tetapi Rasjidi menilai teori Ibnu Rusjd tentang kekekalan alam sudah usang untuk abad ke-20. “Kelihatan sekali bahwa Dr. Harun Nasution tidak mengikuti perkembangan ilmu cosmology astrophysic, sehingga ia mempertahankan pendapat Ibnu Rusyd yang sudah usang itu,” tulis Prof. Rasjidi.

Itulah studi kritis Prof. Rasjidi terhadap aspek filsafat dalam buku “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya” karya Prof. Harun Nasution. Rasjidi menulis kritiknya ini pada tahun 1975. Bisa dikatakan, kajian Hamid Fahmy Zarkasyi lebih maju selangkah lagi dari apa yang telah dilakukan oleh Prof. Rasjidi, karena Hamid Fahmy sudah menyentuh aspek “framework” dan cara pandang. Bahkan, Hamid menawarkan perspektif baru dalam studi filsafat Islam yang belum ditawarkan oleh Prof. Rasjidi sebelumnya.

Kajian-kajian ilmiah dan serius tentang berbagai bidang keilmuan Islam (Ulumuddin) saat ini merupakan proyek yang sangat mendesak bagi umat Islam. Apalagi, 30 tahun setelah benih orientalisme ditanamkan oleh Prof. Harun Nasution, cengkeraman orientalis dalam studi Islam sudah semakin merambah ke berbagai bidang studi-studi lain, baik dalam studi agama-agama maupun dalam studi Al-Quran. Belum lagi dengan masuknya ‘proyek-proyek pesanan’ negara-negara dan LSM Barat dalam studi dan pemikiran Islam. Masuknya studi kritis Al-Quran dan mata kuliah hermeneutika, misalnya, tidak bisa dianggap hal yang enteng.

Penggunaan epistemologi relatif dalam studi agama di Ushuluddin telah membongkar framework studi agama-agama dalam tradisi Islam yang berbasis pada keimaman Islam.

Ketika mengisi satu seminar di Yogyakarta pada 18 Agustus 2006 lalu, seorang peserta menyatakan, bahwa dalam studi ilmu-ilmu agama, metodologi Barat lebih baik dibandingkan dengan metodologi Islam. Pernyataan semacam ini sudah sering disampaikan dalam berbagai buku dan kesempatan. Padahal, biasanya yang mereka maksud dengan ‘metodologi’ yang baik adalah dalam soal teknik penulisan. Misalnya, karena banyak catatan kakinya, maka suatu tulisan disebut ilmiah dan bagus.

Kita tidak menolak metode semacam ini. Bahkan, perlu memberikan apresiasi terhadap ketekunan dankesungguhan para orientalis dalam melakukan penelitian dan penulisan tentang Islam. Terutama dengan kesungguhan mereka dalam menghimpun literatur-literatur Islam.

Tetapi, kita juga perlu senantisa kritis, bahwa dalam metodologi atau lebih tepatnya framework kajian agama, ada perbedaan yang mendasar antara Islam dengan para orientalis pada umumnya. Bagi seorang Muslim, belajar agama bertujuan untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, yang dapat meningkatkan iman dan ibadah kepada Allah. Sebab, tidaklah manusia diciptakan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. (QS
51:56).

Seorang Muslim yakin, bahwa mencari ilmu itu sendiri adalah kewajiban dan merupakan ibadah. Karena itu, kita diajarkan untuk senantiasa berdoa, mudah-mudahan kita dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang menghasilkan dan memperkuat keimanan, dan bukan ilmu yang menambah keraguan dan kebingungan, serta semakin menjauhkan diri dari ibadah kepada Allah.

Metode studi agama cara Islam ini tentu berbeda dengan metode para studi agama ‘gaya Barat’ yang lebih diarahkan untuk menjadi ‘ilmuwan dan pengamat keagamaan’. Karena itu, dalam model studi seperti ini, para dosen tidak mempersoalkan apakah mahasiswa itu sesat atau benar. Suatu skripsi atau tesis tetap diluluskan jika dianggap sudah memenuhi syarat metode penulisan ilmiah, tanpa peduli apakah karya ilmiah itu benar atau salah dari segi isinya dalam pandangan Islam. Bahkan, banyak yang sudah bersifat skeptis dan agnostik terhadap kebenaran, dengan menyatakan, bahwa manusia tidak akan tahu kebenaran sejati, yang tahu kebenaran hanya Allah. Tentu saja ini sangat keliru, sebab Allah telah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Nabi dan Rasul dengan tujuan untuk bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Kita berharap para dosen di perguruan tinggi Islam dan para pejabat Departemen Agama sadar akan amanah berat yang mereka pikul saat ini, sehingga mereka tidak bersantai-santai atau bermain-main dalam hal ilmu agama.

Mereka perlu sadar, bahwa upaya untuk meruntuhkan Islam yang sangat strategis adalah dengan cara merusak konsep-konsep keilmuan Islam. Itulah yang sejak berabad-abad lalu dilakukan oleh para orientalis.

Dalam pasal 2, Perpres No 11 tahun 1960, tentang pembentukan IAIN disebutkan, bahwa tujuan pembentukan IAIN adalah: “IAIN tersebut bermaksud untuk memberi pengadjaran tinggi dan mendjadi pusat untuk memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama Islam.”

Jadi, sesuai dengan niat mulia sejak awalnya, perguruan-perguruan tinggi Islam harus menjadi pusat pengembangan dan pendalaman ilmu tentang agama Islam. Tentu, sebagai umat Islam Indonesia, kita berharap, dari kampus-kampus ini lahir para cendekiawan dan ulama yang berilmu tinggi dan taat kepada Allah. Untuk itu, agar menjadi kampus Islam yang benar-benar sehat, segala macam jenis kuman dan virus-virus yang merusak ilmu-ilmu Islam harus mulai dikaji, diteliti, untuk selanjutnya ‘dijinakkan’ dan diamankan’.

Cita-cita mulia itu tidak akan terwujud, jika civitas academica di kampus Islam tidak bisa membedakan manayang ‘obat’ dan mana yang ‘racun’; mana ilmu yang bermanfaat dan mana ilmu yang madharat. Jika tidak paham atau tidak peduli dengan masalah ini, bisa jadi, kampus yang semula didirikan dengan niat begitu mulia, akhirnya secara tidak sadar sudah dibajak oleh para orientalis. Wallahu a’lam.

Rabu, 01 April 2009

Berpolitik Bagian Dari Dakwah

Berpolitik Bagian Dari Dakwah
. Allah SWT. telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat “syaamilah mutakaamilah” (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” QS 2:208
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.” 5:48
Risalah Islam ini sesungguhnya “Risalah Nabawiyah” yang terakhir yang sengaja diturunkan sebagai “way of life” (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia bicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi aqidah, ibadah maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Di sini, tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam. Tidak ada yang mengatakan: “Islam Yes, Politik No”, dan tidak ada lagi yang mengatakan: “Dakwah Yes, Politik No”. atau mengatakan: “Yang penting adalah aqidah, yang lain nggak penting.”
Selanjutnya bagaimana kita memiliki pemahaman yang komprehensif ini dan memperjuangkannya dalam kehidupan kita. Yang akhirnya lahirlah pencerahan dan perbaikan dalam dunia ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang berimpact kepada kebaikan dan maslahat umat.
Tarbiyah Siyasiyyah
Tarbiyah siyasiah yang bermakna pendidikan atau pembinaan politik adalah sangat urgent dipahami oleh setiap muslim. Karena pemahaman politik yang sejatinya, tidak sama dengan pemahaman selama ini dalam ilmu politik secara umum, yaitu berpolitik yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi kita berpartisipasi dalam politik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran ilahiah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Berkuasa untuk melayani umat, dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Oleh karenanya, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan gerakan berpartai dan berpolitik, disebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al-Banna, perjuangan ini dikatagorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut “Ishlahul Hukumah” (Perbaikan Pemerintahan).
Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi spirituil dalam aspek sosial budaya.
Seruan dan anjuran kepada umat Islam untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit, karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”, dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, atau menyetujui demokrasi yang merupakan produk Barat, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama umat Islam dan da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah atau komprehensif.
Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas umat, organisasi massa Islam atau organisasi politik Islam untuk menyiapkan sarana dan prasarana agar setiap yang terjun ke dunia politik tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan tetap menjaga integritas diri.
Baina Ad-Dakwah Was Siyasah
Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah atau politik?. Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan “Jihad Siyasi” dalam perhelatan pemilihan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negeri ini.
Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Imam Hasan Al Banna di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam “Risalatut Ta’lim”:
الإسلامُ نِظَامٌ شَامِلٌ يَتَنَاوَلُ مَظَاهِرَ الحَيَاةِ جَمِيْعًا فهو دَوْلَةٌ وَوَطَنٌ أَوْ حُكَُوْمَةٌ وَأُمَّةٌ، وَهُوَ خُلُقٌ وَقَوَّةٌ أَوْ رَحْمَةٌ وَعَدَالَةٌ، وَهُوَ ثَقَافَةٌ وَقَانُوْنٌ أَوْ عِلْمٌ وَقَضَاءٌ، وَهُوَ مَادَّةٌ وَثَرْوَةٌ أَوْ كَسْبٌ وَغَِنىً، وَهُوَ جِهَادٌ وَدَعْوَةٌ أَوْ جَيْشٌ وَفِكْرَةٌ، كَمَا هُوَ عَقِيْدَةٌ صَادِقَةٌ وَعِباَدَةٌ صَحِيْحَةٌ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ
“Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang shohih ( benar).”
Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh, politikus (aleg) dan eksekutif (menetri) bahkan seorang presiden sekalipun. Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah.
Semoga tulisan singkat ini mampu memberi energi baru dan gelora semangat bagi kita umat Islam untuk menguatkan persatuan dan kesatuan untuk menuju Indonesia yang lebih baik, yang diridhoi Allah swt. menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.” Allahu Akbar Walillahi alhamdu.

Golput Bukan Jawaban

Golput Bukan Jawaban
Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Satu hal yang sangat berguna bagi kita adalah pemahaman yang baik tentang undang-undang pemilu kita. Kalau kita baca Pasal 200 dan seterusnya dalam undang-undang tersebut, maka sebenarnya tidak ada ruang bagi Gol-Put untuk menyebut diri sebagai bentuk perlawanan.

Dalam pasal-pasal tersebut diterangkan bahwa seberapa persen pun suara yang masuk maka jumlah kursi di DPR akan tetap terisi penuh. Hal ini dilakukan dengan cara membagi jumlah kursi yang tersisa pada partai-partai yang lolos electoral threshold, menurut prosentase perolehan suara mereka.

Dengan kata lain, walaupun hanya 10% dari pemilih potensial yang memberikan suara dalam pemilu, kursi DPR tetap saja akan terisi penuh dan tidak akan kosong. Kalau yang menang dari 10% tersebut adalah orang-orang yang korup, maka merekalah yang bakal memegang tongkat komando kebijakan negara ini. Kalau yang menang dari 10% tersebut adalah orang-orang yang anti terhadap Islam, maka sudah tentu semua kebijakan akan menjadi musibah bagi umat Islam negeri ini.

Begitu juga dalam pemilihan Presiden, yang berhak mencalonkan adalah mereka yang memiliki 20% perolehan suara pemilu. Jadi yang dapat 20% suara dari 10% orang yang ikut pemilu tetap berhak mengajukan capresnya. Dan capres yang memenangkan 51% suara dari 10% orang yang ikut pemilu tetap berhak menjadi Presiden RI walaupun 90% lainnya Golput.

Inilah romantika demokrasi, preview nya adalah Mesir, Hosni Mubarak memenangkan pemilu yang hanya diikuti tidak lebih dari 30% pemilih potensial karena calon-calon legislatif dari oposisi seperti kelompok Ikhwanul Muslimin habis ditangkapi dan dipenjarakan, selain itu para pendukung kelompok ini juga dipersulit bahkan dilarang ikut mencoblos di banyak TPS negeri itu. Al-hasil Hosni Mubarak tetap jadi presiden seluruh Mesir walau cuma beberapa persen dimenangkan.

Itulah demokrasi dan kita dituntut harus tetap cerdik menyikapi sistem demokrasi ini, kalau dulu Ust. Anis Matta membuat buku Menikmati Demokrasi mungkin sekarang sudah saatnya kita membuat Modul Bagaimana Menjadi Matador Demokrasi yang Sukses.

Kembali ke pokok permasalahan, pilihan Gol-Put sebagai perlawanan saat ini menunjukkan masih rendahnya PQ (Political Quotient) umat ini. Dan dalam Islam dijelaskan bahwa setiap sikap (pilihan) akan dimintai pertanggungjawaban termasuk memilih untuk merelakan kepemimpinan umat ke tangan para durjana.

Jadi alih-alih melakukan perlawanan, mereka yang Gol-Put malah harus mengikuti apapun kebijakan dari orang-orang yang mereka biarkan untuk menang dalam pemilu walaupun yang mereka biarkan menang itu adalah orang setingkat Fir’aun, raja Namruz atau pemimpin keji dan anti Islam lainnya sekalipun.

Mungkin kita bisa tertawa dan bisa menangis saat membaca opini para pendukung Gol-Put dari sebuah blog. Si penulis mengatakan bahwa semakin banyak orang yang Gol-Put maka Indonesia akan segera hancur, lalu saat itulah Khilafah Islamiyah akan didirikan. Dari situ saja kita bisa menebak-nebak seberapa baik dan canggih PQ dari saudara-saudara kita.

Apakah Gol-Put akan menghasilkan perbaikan? Dalam perspektif terbatas, bisa saja itu terjadi tapi pada kondisi Indonesia sekarang ini, sudah seharusnya berfikir berkali-kali. Karena boleh jadi Gol-Put malah menguntungkan partai-partai curang. Mengapa demikian? Karena dengan Gol-Put parpol culas bisa:

Mengurangi biaya pembelian suara. Kelompok yang Gol-Put bisa jadi menguntungkan parpol yang terbiasa tebar uang dan hadiah. Daerah-daerah yang dipetakan kurang prospektif dari segi potensi atau tidak lebih menguntungkan dalam jangka panjang, tidak akan terlalu serius diurus karena keterbatasan dana. Bisa jadi ada, namun tidak terlalu signifikan. Biarlah daerah yang kurang potensial tersebut dininabobokan dengan pasukan Gol-Put saja, agar tidak banyak memberi pengaruh pada perolehan suara.

Fokus pada daerah-daerah strategis dan potensial. Karena alasan budget juga, parpol cenderung memfokuskan pada daerah-daerah kaya potensi. Masyarakat daerah tersebut yang masih menengah ke bawah akan menjadi sasaran money politics. Sedangkan yang menengah ke atas didekati dengan rekruting menjadi caleg atau iming-iming proyek di masa kemenangannya. Intinya jangan sampai ada Gol-Put dan pilihan partai lain di daerah tersebut karena fokus anggaran partai sudah ditetapkan. Oleh karena itu secara umum, parpol yang memiliki budget raksasa adalah mereka yang paling berpotensi memenangkan perang gaya ini.

Memudahkan memupuk kekayaan dalam jangka panjang, minimal 5 tahun ke depan. Hasilnya tentu saja kekayaan yang berlimpah dari kesempatan bereksplorasi dalam lima tahun ke depan, menyiapkan pemilu berikutnya.

Sebagian kecil bisa saja dibagi agar pemilih merasakan dan mengurangi potensi Gol-Put masa berikutnya serta memupuk loyalitas pemilih, sebagian besar yang lain adalah logistik partai dan kekayaan orang-orangnya.

Pikir-pikir lebih jauh, akan ada juga keuntungan untuk partai atau kelompok dengan agenda de islamisasi atau Islam phobia. Dengan besarnya Gol-Put terutama dari muslim Indonesia maka dapat:

1. Mengurangi keterwakilan muslim dalam pengambilan kebijakan
2. Mengurangi peran-peran muslim dalam kehidupan berbangsa secara umum
3. Mempreteli satu demi satu regulasi bernafaskan syariah
4. Memudahkan jalan untuk mengembalikan Pancasila sebagai asas tunggal
5. Memudahkan jalan melemparkan Islam dari ranah publik

Hal lain yang perlu diingat adalah TNI dan Polri sudah barang tentu berada pada pihak yang memenangkan pemilu (itu kata undang-undang). Mereka siap mengamankan apapun kebijakan yang berkuasa. Dan dukungan internasional juga akan mengalir bila lima agenda di atas mulai ter format dan bergerak. Toh yang memilih itu 100% atau cuma 50%, hasilnya akan tetap legitimate untuk menjadi penguasa.

Menakar Resiko Muslim Indonesia Bila Gol-Put Sukses

Dari 222 juta rakyat (menurut sensus 2006) = 170 juta pemilih. Dengan hitung-hitungan bodoh saja, bila persentase muslim Indonesia adalah 86% maka jumlah pemilih muslim adalah 170 juta x 86% = 146 jutaan, sedangkan non muslim adalah 170 juta x 14% = 24 jutaan. Dengan pendekatan pessimistic non scientific, anggap saja 40% dari muslim itu Gol-Put. Dengan data dari persentase Gol-Put Pil-kada lalu, terlihat daerah-daerah yang mayoritas penduduknya muslim ternyata memiliki angka Gol-Put yang tinggi, rata-rata 40%, sedangkan daerah yang mayoritas non muslim seperti Bali, NTT, Maluku, dan Papua malah memiliki angka Gol-Put yang rendah dengan rata-rata 20%.

Maka prediksi bila Gol-Put sukses dan berdasarkan hasil rata-rata maksimal total suara yang didapat partai Islam dalam beberapa pemilu sebelumnya, sekitar 20%, yang ikut memilih di pemilu mendatang 60% karena selebihnya Gol-Put.

Didapat lah perhitungan kotor sebagai berikut: Suara partai Islam = 20% x (60%x146 juta) = 17.52 juta atau hanya 10%. Suara muslim di partai sekuler = 80% x (60%x146 juta) = 70.08 juta atau hanya 40%. Sisa suara adalah mereka yang Gol-Put dan non muslim. Nah, kalau bisa tebak, dalam pemilu legislatif angka Gol-Put non muslim bakal sangat rendah atau bahkan mendekati nol persen. Hal ini terkait dengan isu keterwakilan mereka dan juga agenda-agenda lainnya. Dan kemungkinan besar bahkan bisa jadi pasti mereka tidak akan menjatuhkan hak pilih ke caleg muslim, ini sebuah misteri idealisme. Jadi anggap saja dari 24 juta pemilih itu semua memberikan suaranya pada wakil mereka. Jadi prosentasenya adalah sekitar 14%, melampaui suara gabungan partai Islam.

Hasilnya memang sungguh mengerikan, partai Islam 10%, partai sekuler (yang di dalamnya sudah pasti ada non) dan partai non Islam 40%+14%, sisanya sekitar 36% adalah suara umat Islam yang tak terpakai. Di dalam 36% itu; ada mereka yang tak kebagian money politik, ada mereka yang katanya protes dan menunjukkan bentuk perlawanan, ada yang katanya pemilu itu haram dan oleh karena itu tak ikut pemilu demi syariat Islam.

Untuk yang terakhir ini, tak bisa banyak berharap akan hadirnya Syariat, karena kondisinya saat itu sudah semakin membingungkan. Walaupun dengan dalih hasil sebuah survey yang mengatakan 72% orang Indonesia ingin syariah Islam, tetap saja faktanya akan terlihat di pemilu ini.

Bila afiliasi muslim Indonesia masih pada ideologi-ideologi sekuler dan materialistic sebagaimana sebagian dari mereka memilih partai non Islam dan sebagian lainnya memilih Gol-Put karena alasan materialistis, maka sudah barang tentu hasil survey tersebut hanya kamuflase. Bisa jadi survey dilakukan hanya untuk membesar-besarkan isu hingga terjadi radikalisme yang diharapkan atau bisa jadi sebagai alasan dana asing bisa masuk lebih banyak dengan tujuan de-Islamisasi. Atau bisa jadi ada error di survey tersebut. Siapa tau? Di pemilu 2009 inilah hasil-hasil survey itu akan terbongkar kebenarannya atau kebobrokannya.

Di mana kaum Gol-Put adalah tumbalnya. Bila si baik yang menang, maka mereka ikut menang dan menikmati hasil tanpa perjuangan. Lalu bila si bejat yang menang, maka mereka juga yang terlibat mengantarkannya ke tampuk kemenangan tanpa perlawanan yang katanya melawan.

Saudara-saudara seiman…

Kalau memang kita serius menginginkan akan adanya perbaikan. Mulailah mendaftar kalau belum terdaftar, urus semua kelengkapan pemilih kita. Lalu mulai cari daftar caleg yang ada.

Lihat-lihat dan kenali mereka dan tawaran serta program mereka. Cari informasi lebih dalam tentang mereka. Kalau memang otak ini sudah mumet, serahkan ke hati kita masing-masing. Bukankah Allah swt. akan selalu mengabulkan doa-doa kita.

Jangan lupa keshalihan lahiriah bisa jadi sebuah parameter. Selain itu kita lihat juga orang-orang yang menawarkannya dan atau di sekitarnya, apakah juga kesalehan itu tampak? Selama kampanye ikutan yang kita sreg dengannya, hitung-hitung wisata 5 tahunan. Yang sangat penting mulailah shalat istikharah sampai hari pemilihan tiba. Insya Allah, Allah swt. akan memberikan yang terbaik atas usaha kita itu. Lalu Pergi ke TPS, contreng saja kalau sudah yakin.

Kalau belum biarkan Allah swt. mengilhami, karena janji Allah swt. bagi mereka yang istikharah pasti terjadi. Kalau belum dapat juga, lihat saja wajah-wajah mereka, pilih yang bisa menyejukkan kita.

Terakhir, jangan lupa masukan ke kotak suara, dan ucapkan Alhamdulillah dan do’a kepada Allah, semoga yang dipilih adalah pilihan yang tepat dan dapat menghantarkan Indonesia ke gerbang yang lebih baik.

Dalam sebuah ungkapan disebutkan “Hati yang bersih akan memuluskan jalan keluar dari sebuah masalah. Allah swt. menganugerahkan hati sebagai salah satu alat selain kepala yang sering hang ini.” Allahu a’lam

Rabu, 18 Februari 2009

LOVE ME A LITTLE LOVE ME A LONG

Be the best people why not....
To tell you true that we need more than just dream
it only to full fill the change
but.......................that is not easy. sure
need more head to discuss many problems
but we not ready for it, we busy for own self

to change is to work
together we can
anything will be
nothing is possible, so.........................

lets stand by me
we do it
for world better, for our Islam religion
do the bet you cant

ME MORE THAN YOU THINK
(sekedar meguji ulang bahasa yang telah lama terbengkalai)

Andi Takdir

Jubah Malam


Malam........
Jubah alam tuk hamba-Mu
Tempat rehat hamba-Mu
Tafakkur alam akan besar-Mu
Tasbih alam untuk-Mu

Malam........
Kau tabur berjuta keindahan
Kau hadirkan kilauan jagat-Mu
Kau tanda kesetiaan pada-nya
Dalam vase perubahan

Malam.......
Sujud hamba pada-Nya
Munajat manusia penuh harapan
Untaian tasbih mengirimu
Hingga fajar datang menyingsing

Andi Takdir

STAND BY US


Jika ada 1000 orang yang berjihad di jalanNya,
maka salah satu di antaranya adalah aku

kadang kita merasa bekerja sendiri, pusing sendiri, sibuk sendiri,pokoknya serba sendiri...........anehnya nih padahal kita dalam sebuah organisasi, sebuah wadah yang menghimpun puluhan pasang mata dan kepala serta tenga yang banyak so pastinya sebuah potensi besar untuk menunjukkan sebuah perubahan besar.
Kesadaran kita sebagai duat memang perlu diasah lagi agar lebih peka terhadap segala problema, seiring itu perlunya kerja secara berjamaah, berjalan beriringan bersama mencurahkan ide tanpa merasa terasing dalam bingkai kebersamaan.
.......(toh kan saya hanya bagian) selayaknya gak pernah terbesit dalam hati kita apa lagi sampai pada pengucapannya. Seberapa kecilnya sebuah perasaan keberadaan kita dalam dakwah ini sungguh tak sebanding dengan ribuan orang yang menantikan langkah dan pikiran kita untuk mengajak meraka bergabung digerbong kereta kita. Karena akhi-ukhti sesungguhnya kesolehan pribadi kita belumlah cukup tanpa kita terapkan kepada orang disekitar kita, teman kita, tetangga kita, keluarga kita, sebangku kita, teman kost kita. Dengan harapan kerja-kerja kita ini dapat menerangi jagat raya ini.
Laysa kulla maa yalmau dzahabun (bukanlah setiap yang mengkilap itu adalah emas).....keindahan dan keterlenaan kita pada sesuatu kadang melupakan dan melenakan kita.................rasa ujib dan arogan senantiasa merajai hati-hati kita. Marilah kita berjalan beririrngan bergandeng tangan merasakan nikmat dan cobaan yang menghadang iring-iringan kita.

Satu hal yang perlu diingat, ada satu tugas besar buat kita yang telah mengikrarkarkan diri sebagai seorang dai, bahwa kita harus merubah diri terlebih dahulu sembari merubah orang lain, dari kejahiliyyahan yang menjadi paham, dari yang buruk menjadi yang baik. Disinilah kita dituntut untuk belajar sabar, sabar menunggu perubahan-perubahan yang akan terjadi dengan terlebih dahulu kita ikhtiar lewat kerja dan do’a.
Selamat berjuang AKHI-UKHTI
Andi Takdir

Jumat, 16 Januari 2009

aGA kAREBa

Buat seluruh kader fitrah
ikhwan aAkhwat...pha kabar semuanya
APAU UDA DATANG YA....DARI LIBURAN...
TOLONG DI INFOKAN KEPADA KOORDINATORNYA...
TETAP SEMANGAT TUK BERJUANG

Sabtu, 03 Januari 2009

video

Click to play andra
Create your own postcard - Powered by Smilebox
Make a Smilebox postcard

Profil Ketua FPKM FITRAH UMI


ANDI TAKDIR Adalah anak Bungsu dari 6 bersaudara yang dilahirkan di Desa Ujung Tanah Kec Mare Kab Bone Sul-Sel, pada tanggal 7 januari 1985

Riwayat Pendidikan

 SD : SDN NO 238 Ujung Tanah 1993-1998
 SMP-SMA: Pondok Pesantren Darul Huffadh Tuju-Tuju Kajuara Bone 1998-2004
 Staff Pengajar di Pondok Pesantren Darul Huffadh 2004-2006
 Pengajar Kursus Bahasa Inggris di SMP Neg Kec Tonra Bone
 Staff Kebijakan Publik KAMMI KOMSAT UMI 2006-2007
 Sekertaris HMJ Syariah FAI UMI 2006-2007
 Koordinator Kebijakan Publik KAMMI KOMSAT UMI 2007-2008

Sekarang menempuh pendidikan di Universitas Muslim Indonesia Fakultas Agama Islam Jurusan Syariah (muamalah) Kosentrasi Ekonomi Islam

Saudara Saudari bisa mengunjungi saya di www.andialhikmah.blogspot.com

AKTIVIS ISLAM ITU BUKAN KERJA SAMPINGAN


Akhi Ukhti, aktivis Islam, aktivitas Islam itu bukan aktivis yang bisa Anda kerjakan di sebagian waktu, lalu boleh Anda tinggalkan pada waktu lain. Sama sekali tidak. Aktivitas Islam dan masuknya Anda ke dalam Islam ini lebih dari itu. Islam bukan sembarang aktivis, seperti misalnya aktivitas budaya, atau olahraga, atau kepanduan, yang biasa Anda geluti saat kuliah, lalu Anda tinggalkan setelah lulus. Atau aktivitas yang Anda jalani ketika Anda membujang, lalu Anda tinggalkan setelah menikah. Atau aktivis yang Anda beri waktu sebelum Anda menduduki jabatan tertentu, lalu Anda tinggalkan jika Anda punya jabatan tertentu, atau sukses membuka klinik, atau apotek, atau kantor konsultan, atau sibuk studi S1 atau S2. Tidak. Aktivitas Islam sama sekali tidak seperti itu.
Aktivitas Islam dan masuknya Anda ke dalamnya adalah penyembahan Anda kepada Allah Ta’ala. Dan, orang Muslim tidak berhenti dari aktivitas Islam, karena merupakan tuntutan penyembahannya kepada Allah Ta’ala, hingga detik akhir kehidupannya. Akhi, apakah Anda tidak membaca firman Allah Ta’ala,

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini.” (Al-Hijr: 11).

Maksudnya, sembahlah Allah Ta’ala hingga kematian datang kepadamu. Al-Qur’an tidak mengatakan, “Sembahlah Allah hingga Anda lulus dari universitas, atau hingga Anda punya jabatan tertentu, atau hingga Anda menikah, atau hingga Anda sukses membuka klinik, atau kantor konsultan.”
Generasi salafush shalih memahami dengan baik ayat di atas. Kita lihat Ammar bin Yasir Radhiyallahu Anhu masih ikut berperang di jalan Allah Ta’ala, saat berusia sembilan puluh tahun. Saya katakan berperang, bukan sekedar berdakwah, atau mengajar, atau mengerjakan amar ma’ruf nahi munkar. Di samping mengerjakan aktivitas itu semua, Ammar bin Yasir berperang di jalan Allah Ta’ala, saat ia berada di usia, di mana tulang-tulang sudah lemah, tubuh loyo, rambut beruban, dan kekuatan menurun.
Abu Sufyan bin Harb Radhiyallahu Anhu memotivasi tentara untuk berperang, padahal si berusia tujuh puluh tahun. Begitu juga Al-Yaman dan Tsabit bin Waqsy. Keduanya berperang di Perang Uhud, kendati berusia lanjut dan diberi dispensi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau menempatkan keduanya di barisan belakang bersama kaum wanita. Kenapa kita pergi terlalu jauh? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melakoni tujuh puluh empat tahun. Bahkan, beliau berumur enam puluh tahun saat hadir di Perang Tabuk, yang merupakan perang paling sulit bagi kaum Muslimin, dan memimpin kaum Muslimin di dalamnya.
Kenapa sekarang kita lihat banyak aktivis Islam tidak lagi menjadi aktivis Islam setelah lulus kuliah, atau menikah, atau sibuk bisnis, atau punya jabatan?
Mereka harus tahu bahwa permasalahan agama tidak main-main dan bisa disepelekan seperti itu. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan kalian menganggapnya ringan saja. Padahal, dia pada sisi Allah itu besar.” (An-Nuur: 15).

Mana baiat (ikrar), yang dulu Anda berikan di depan Allah Ta’ala, bukan hanya di depan manusia? Allah Ta’ala berfirman,

“Dan perjanjian dengan Allah itu diminta pertanggung jawabnya.” (Al-Ahzab:15).

Mana slogan, yang dulu sering Anda gembor-gemborkan,

“Kami bangkit di jalan Allah
Kami ingin meninggikan panji
Kami beramal bukan untuk partai
Tapi, kami siap menjadi tumbal bagi agama ini
Silakan kejayaan agama muncul kembali lagi
Atau darah kami tumpah karenanya.”

Akibat melanggar janji itu amat berat. Terutama, bagi orang yang tadinya tahu kebenaran, lalu berpaling darinya dan orang yang telah merasakan manisnya iman lalu terjerumus ke dalam kebatilan. Melanggar janji dengan Allah Ta’ala itu dosa paling besar kepada-Nya dan kaum Mukminin. Allah Ta’ala berfirman,

“Maka barangsiapa melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu menimpa dirinya sendiri.” (Al-Fath: 10)

Orang yang dirayu jiwanya yang menyuruh kepada keburukan dan digoda setan untuk ingkar janji harus merenungkan firman Allah Ta’ala,

“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, kami pasti bersedekah dan kami pasti termasuk orang-orang shalih.’ Maka setelah Allah memberi mereka sebagian karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). “ (At-Taubah: 75-76).

Ia juga harus merenungkan dengan baik hukuman adil, seperti disebutkan di ayat berikut,

“Maka Allah menimbulkan kemunafikan di hati mereka sampai waktu mereka menemui Allah, karena mereka memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (At-Taubah: 77).

Aktivitas Islam itu agenda utama. Tragisnya, sebagian orang berhati sakit yang bergabung dengan ikhwah aktivis Islam di aktivitas Islam, di kampus, itu memandang aktivis Islam seperti proyek bisnis. Karenanya, proyek bisnis tersebut berakhir secara otomatis, bersamaan dengan selesainya waktu kuliah. Atau aktivitas Islam dianggap sebatas persahabatan di kampus, lalu bubar dengan berakhirnya masa studi.
Orang-orang seperti itu saya katakan orang-orang berhati sakit. Sebab, biasanya, penyakit muncul dari orang yang imannya lemah, hatinya sakit, tekadnya pas-pasan, dan makna iman tidak menancap kuat di hati. Umumnya, aib itu ada di hati, bukan di akal. Aib terjadi sebab iman tidak beres, bukan karena minimnya ilmu. Juga karena pengaruh syahwat, bukan karena ketidakjelaskan. Juga karena cinta dunia, bukan karena minimnya kesadaran. Siapa ingin melakukan terapi, ia harus pergi kepada orang-orang yang berhati bersih, guna menghilangkan kotorannya dan mengobati penyakitnya. Sayangnya, dokter itu tidak banyak pada zaman sekarang. Yang saya maksud dengan dokter di sini ialah dokter hati. Sedang dokter tubuh, maka segudang.
Sungguh, orang yang keluar dari kebenaran setelah mengetahuinya itu lebih mementingkan kesenangan sesaat dengan mengorbankan kesedihan sepanjang tahun, menceburkan diri ke sumur maksiat, dan berpaling dari tujuan besar menuju tujuan picisan. Akibatnya, ia hidup di penjara setan, terombang-ambing di lembah kebingungan, dan terbelenggu di penjara hawa nafsu. Seorang penyair berkata,

“Ia menjadi seperti burung elang yang bulunya tercabut Ia merasa rugi setiap melihat burung lain terbang.”



SELAMAT BERJUANG
AKHI UKHTI DI JALAN INI
SEMOGA ALLAH SENANTIASA MEMBERIKAN KITA KEKUATAN

Makssar 3 Januari 2009

Islamic Camp FPKM FITRAH UMI

Islamic Camp FPKM FITRAH UMI
Take time of Action (Lari Pagi)

Islamc Camp FPKM FITRAH UMI

Islamc Camp FPKM FITRAH UMI
OutBond

BAKSOS FPKM FITRAH

BAKSOS FPKM FITRAH
Sambutan Ketua RT 1 Kelurahan Panaikang Makassar

Lebaran Yuuk

Lebaran Yuuk
Mohon MAaf Lahir Batin

BAKSOS FPKM FITRAH

BAKSOS FPKM FITRAH
Penyuluhan Kesehatan

BAKSOS FPKM FITRAH

BAKSOS FPKM FITRAH
Tempat Pembagian Obat

Bersyukurlah